Fakta menunjukkan bahwa di negeri kita saat ini
banyak tumbuh dan bermunculan lembaga-lembaga yang menamakan dirinya
sebagai lembaga bimbingan belajar. Atau, saya lebih senang menyebutnya
sebagai lembaga bimbingan tes. Utamanya, lembaga semacam ini menawarkan
jasa pada siswa-siswa sekolah berupa iming-iming keberhasilan dalam
menempuh ulangan umum sekolah, ujian akhir sekolah, ujian akhir
nasional, ataupun ujian masuk perguruan tinggi (negeri).
Yang dilakukan lembaga-lembaga bimbingan tes untuk
menyedot siswa agar “bergabung” dengan mereka biasanya adalah dengan
cara menawarkan strategi-strategi praktis dalam menghadapi tes, ulangan,
ataupun ujian. Strategi-strategi praktis itu bisa berupa: stategi
menjawab soal-soal, atau juga penggunaan rumus-rumus “cepat” untuk
menyelesaikan soal-soal khususnya pelajaran matematika atau IPA (fisika
ataupun kimia).
Dari
ngobrol-ngobrol dengan beberapa siswa yang pernah menjadi peserta di
lembaga bimbingan tes, saya memperoleh beberapa informasi penting.
Katanya, yang paling membuat mereka tertarik “bergabung” adalah karena
di bimbingan tes mereka dilatih untuk menyelesaikan soal-soal (baik
matematika, fisika, kimia atau yang lainnya) dengan menggunakan
rumus-rumus “cepat”. Sehingga dalam waktu singkat dapat menyelesaikan
soal-soal yang diujikan. Selain itu, mereka juga dilatih tips and trik
menjawab berbagai jenis soal. Pokoknya katanya, cara menjawab soal-soal
yang dilatihkan itu sangat berbeda ketimbang yang diajarkan di sekolah.
Di sekolah, misalnya untuk menjawab soal A perlu proses yang panjang dan berliku, sedang di bimbingan tes soal A dapat diselesaikan hanya dalam satu atau dua baris langkah pengerjaan saja.
Sedangkan dari beberapa
diktat yang dikeluarkan lembaga-lembaga bimbingan tes tersebut saya pun
bisa dapatkan informasi penting lainnya. Dari pengamatan saya, isi
diktat-diktatnya berupa: rangkuman materi + rumus-rumus
“biasa” + rumus-rumus “cepat” dan ratusan hingga ribuan latihan
soal-soal beserta kunci jawabnya. Namun sayang, kata teman saya yang
merupakan pengajar di salah satu bimbingan tes ternama di negeri ini,
rumus-rumus “cepat” yang tertulis di diktat-diktat tersebut hanyalah
rumus-rumus “cepat” yang sudah beredar secara luas. Sedangkan
rumus-rumus “cepat” yang super “cepat” tetap dirahasiakan, tak
dipublikasikan untuk umum. Hanya para perancang rumus, pengajar, dan
siswa-siswa yang “bergabung” di tempat mereka saja yang tahu. Lebih
lanjut katanya, masing-masing lembaga bimbingan tes mempunya rumus-rumus
super “cepat” sendiri-sendiri hasil kreasi tim mereka, yang tentunya
saling mereka rahasiakan.
Dari uraian di atas,
tampaknya faktor penggunaan rumus-rumus “cepat” bagi suburnya
perkembangan lembaga bimbingan tes cukup sentral, sangat penting. Walau
mungkin bukanlah faktor utama. Sehingga, dapat dikatakan bahwa
penggunaan rumus-rumus “cepat” bisa dijadikan salah satu faktor penting
untuk memikat siswa agar mau “bergabung” mengikuti bimbingan tes.
Bicara tentang
rumus-rumus “cepat” dan penggunaannya untuk menjawab tes, ada pro dan
kontranya. Banyak yang pro tapi tak sedikit juga yang kontra. Dari hasil
pengamatan pribadi dan ngobrol-ngobrol, saya bisa menuliskan beberapa
alasan pihak yang pro dan yang kontra tersebut seperti berikut ini.
Beberapa alasan orang-orang yang pro terhadap penggunaan rumus-rumus “cepat” (matematika, fisika, kimia) itu di antaranya:
- Membantu siswa dengan cepat berhasil dalam menjawab tes (ulangan, ujuan sekolah, ujian masuk perguruan tinggi).
Sulit
untuk dimungkiri bahwa dengan adanya rumus-rumus “cepat” banyak siswa
yang terbantu dalam menjawab soal-soal tes dengan cepat. Membantu siswa
melewati “jembatan” kelulusan sekolah. Pun membantu mengantar para
siswa meraih cita-citanya untuk masuk ke perguruan tinggi idamannya.
Sebagai contoh, perhatikan satu soal berikut:
Soal: Jika maka =….
Bila
kita menggunakan cara biasa, perlu lebih dari tiga “baris = langkah”
untuk menyelesaikannya. Sedangkan bila memakai rumus “cepat”
soal semacam ini bisa diselesaikan hanya dengan dua “baris =langkah”
pengerjaan.
Dengan contoh-contoh penggunaan rumus-rumus “cepat” semacam ini, siswa mana yang tak terpikat menggunakannya?
.
Biasanya,
para perancang rumus-rumus “cepat” atau pembuat soal itu adalah
orang-orang luar biasa di bidangnya. Mungkin sebelum adanya lembaga
bimbingan tes, rumus-rumus “cepat” hasil kreasi mereka hanya dipakai
untuk kalangan pribadi. Tapi kini, dengan adanya lembaga bimbingan tes,
kreasi mereka tersalurkan. Mereka semakin tertantang untuk menemukan
umus-rumus “cepat” baru untuk menjawab soal. Mereka juga terpacu membuat
soa-soal baru yang mungkin hanya bisa diselesaikan dengan rumus-rumus
baru temuan mereka. Untuk menambah kredibilitas lembaga bimbingan tes,
tak sungkan-sungkan para perancang rumus-rumus “cepat” atau pembuat soal
itu oleh sang businessman diambil dari kalangan perguruan tinggi
(ternama).
Para businessman pendidikan
pun akan makin terpacu untuk memasarkan jasa mereka ke konsumen. Dengan
segenap kemampuan, mereka menggembor-gemborkan jasanya. Tentunya
kreativitas dan strategi pemasaran sangat dibutuhkan dalam hal ini.
Sedangkan bagi mereka
yang kontra alias tak setuju dengan penggunaan rumus-rumus “cepat” juga
mempunyai alasan-alasan. Beberapa alasan tersebut di antaranya seperti
berikut ini.
- Menjerumuskan siswa ke jurang kebodohan
Bila
dilihat sepintas, penggunaan rumus-rumus “cepat” sepertinya cukup
membantu siswa untuk berhasil dalam ulangan ataupun ujian. Namun,
sebenernya seringkali bisa menjerumuskan siswa ke jurang kebodohan bila
penggunaannya tak dilandasi oleh pemahaman, hanya mengandalkan hafalan
rumus tanpa pengertian. Ini artinya, proses berfikir tak begitu
diperhatikan, tidak dianggap penting. Akibatnya siswa-siswa terbiasa
cepat ingin ketemu hasil akhir, maunya serba instant, ingin mudah dan
cepat tanpa mau bersusah payah.
Secara
ekstrem, ada kawan saya yang mengatakan bahwa penggunaan rumus-rumus
“cepat” harusnya dilarang keras, karena sebenarnya merupakan cara-cara
yang mengarah pada pembodohan generasi penerus bangsa. Juga katanya,
mungkin saja benar bahwa dengan menggunakan rumus-rumus “cepat”, banyak siswa terbantu
bisa masuk perguruan tinggi idamannya. Tapi, bantuan yang diberikan itu
sangat tanggung, setengah-setengah. Ibaratnya, setelah siswa diantar
masuk perguruan tinggi misalnya, siswa dibiarkan begitu saja, dibiarkan
terjerumus, dibiarkan secara tak bertanggung jawab.
Di
satu kesempatan lain, saya pernah mendengar cerita bahwa di salah satu
perguruan tinggi, siswa-siswa produk bimbingan tes yang terbiasa
menggunakan rumus-rumus “cepat” tanpa dilandasi pemahaman banyak yang
kesulitan mengikuti perkuliahan, bahkan banyak di antara mereka terpaksa
DO (Drop Out) tak sanggup mengikuti materi perkuliahan.
Sedangkan siswa-siswa yang secara alami tak tercemar oleh bimbingan tes
justru berhasil dengan baik dalam belajarnya.
- Merusak tercapainya tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan secara umum, biasanya tertuang di kurikulum pendidikan, ringkasnya
adalah, “untuk mengembangkan sumberdaya manusia yang kreatif,
konstruktif, produktif, bertanggung jawab, berdisiplin, beriman dan
bertakwa.” Nah, apakah dengan penjejalan penggunaan rumus-rumus “cepat”
pada siswa tanpa dilandasi pengertian memungkinkan tercapainya tujuan
tersebut?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar